Monday, 13 August 2007

Surat dari Israel (dahulunya Palestina)









Di sini
Tidak lagi jelas
Orang-orang palestinakan yang melempar batu
Atau
Batu yang mencari orang Palestina untuk dilemparkan
Bukankah batu adalah juga bagian dari tanah yang dirampas?




Di sini
Ada yang jelas
Ada raga yang dikuburkan bersama nyawa
Ada yang mati sebelum dilahirkan
Bukankah manusia sudah hidup di dalam rahim sebelum
Dilahirkan?



Dan saksikan…
Saksikan
Ibu-ibu, nenek-nenek, kakek gaek
Ada naka-anak
Ada batu yang dilemparkan
Di luar sana
Orang-orang berbicara tentang hak
Dengan memberikan yang bukan haknya
Kepada yang tidak berhak
Membagi yang bukan miliknya
Kepada yang bukan pemiliknya
Dan orang-orang Palestina
Mencari haknya di tengah-tengah teriakan tentang hak-hak

Di sini
Orang Palestina yang tuan rumah
Kini menjadi tamu yang tak diinginkan
Yahudi yang terusir di luar sana
Kini Yahudi yang mengusir
Di sini

Dan saksikan…
Saksikan
Ibu-ibu, nenek-nenek, kakek gaek
Ada anak-anak
Ada batu yang dilemparkan

Di Yerusalem
Ibrahim, Luth, Ismail, Musa, Harun, Yusya’
Daud, Sulaiman, Zakariya, Yahya, Ishaq, Ya’qub
Mengambil hak-hak orang lemah dari yang kuat
Menghantam penindas

Mengangkat martabat
Ada semangat sepanjang masa
Pada tiap zaman
Ada ghirah setiap umat
Pada tiap tempat
Ada bara yang tidak padam

Dan saksikan…
Saksikan
Ibu-ibu, nenek-nenek, kakek gaek
Ada anak-anak
Ada batu yang dilemparkan

Di Yerusalem
Tanah para nabi dan rasul
Ada nabi yang dibantai
Ada manusia yang dinistakan
Ada agama yang dihinakan

Dan saksikan…
Saksikan
Ibu-ibu, nenek-nenek, kakek gaek
Ada anak-anak
Ada batu yang dilemparkan

Ambil bara dan jangan matikan dengan air mata
Tiup dengan napas
Panaskan jiwa
Kobarkan nyali
Besi terbentuk oleh bara


Dan saksikan…
Saksikan
Ibu-ibu, nenek-nenek, kakek gaek
Ada anak-anak
Ada batu yang dilemparkan

Tidak lagi penting apakah batu mampu melawan peluru
Tidak lagi terpikirkan apakah orang-orang Yahudi belajar dari
Crematorium Nazi atau tidak
Tidak ada lagi rasa takut bahkan bila Palestina berubah
Menjadi crematorium Israel
Yang kami takutkan
Adalah saat di mana tulang-tulang kami
Abu kami
Menangis sedih dan memaki menyalahkan
Melihat seorang dari Nigeria atau serombongan dari Indonesia
Pada satu waktu yang mungkin tidak jauh
Berdiri di Bukit Zaitun

Dan menunjuk;
Di sana dulunya Masjidilaqsa
Di sana dulunya Qabbatussakhrah

Dan kita semua pernah mengagumi kemegahannya

Bukit Zaitun, 1991
(dipetik dari Makelar Dongeng Holocaust: Catatan Perjalanan dari dalam Israel oleh Rakhmat Zaenal)

No comments: